Oleh: Asril Rusli Lc, M.Pd*
Sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam, Pondok Pesantren Husnul Khotimah berupaya menjadi lembaga pendidikan yang berkualitas dan berkontribusi positif bagi kemajuan dunia pendidikan dan masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas pendididikan perlu dibiasakan membangun tradisi ilmiah yang baik dalam interaksi civitas akademika dan santri. Tradisi ilmiah harus diterapkan dan dievaluasi secara berkala agar benar-benar tercipta dan hadir dalam aktivitas kelembagaan.
Tradisi ilmiah bukan hanya sekedar kebiasaan baik, tapi lebih merupakan standar mutu yang menjelaskan kualitas lembaga kepada masyarakat dan stakeholder. Tetapi tradisi ini bukanlah gambaran dari sebuah kondisi yang permanen. Namun, lebih mengacu pada proses yang dinamis dan berkesinambungan.
Tradisi ilmiah mengakar pada cara pandang civitas akademika terhadap ilmu pengetahuan. Tentang fungsi dan perannya dalam membentuk kehidupan. Tentang sejauh mana kita bersedia mengikuti kaidah-kaidahnya. Tentang berapa banyak harga yang dapat kita bayar untuk memperolehnya. Kata ilmu terulang lebih delapan ratus kali dalam Al-Qur’an. Rasulullah saw menyebutnya sebagai syarat untuk merebut dunia dan akhirat sekaligus. Imam Ahmad berkata, “Kebutuhan manusia terhadap ilmu pengetahuan sama besarnya dengan kebutuhannya terhadap makan dan minum, atau bahkan lebih besar lagi”.
Tradisi ilmiah selanjutnya dibentuk oleh struktur pengetahuan yang benar. Sebab, pengetahuan yang terserap dengan susunan yang salah akan membuat kerancuan dalam berfikir. Seseorang akan gagal memahami Islam dengan benar jika tidak mempelajari ilmu-ilmu Islam dalam susunan yang terangkai secara benar. Misalnya, jika ia hanya mempelajari tasawwuf saja. Begitu juga orang yang belajar sejarah secara parsial seperti sisi gelapnya saja maka ia tidak mendapatkan gambaran sejarah secara utuh.
Setiap pegawai khususnya tenaga pendidik dan kependidikan hendaknya menghubungkan antara pengetahuan yang komprehensif, bersifat lintas disiplin, dan generalis dengan penguasaan yang tuntas terhadap satu bidang sebagai spesialisasinya. Yang pertama mengacu kepada keluasan, yang kedua mengacu kepada kedalaman. Yang pertama memberinya wawasan makro, yang kedua memberinya penguasaan mikro. Yang pertama memberi efek integritas, yang kedua memberi efek ketepatan. Dengan begitu seorang muslim senantiasa dapat berbicara dengan isi yang luas dan dalam, integral dan tajam, berbobot dan terasa penuh.
Tradisi ilmiah selanjutnya dibentuk oleh sistematika pembelajaran yang benar. Waktu kita tidak memadai untuk menguasai banyak ilmu, tidak cukup untuk membaca semua buku. Tapi kita tetap dapat menguasai banyak ilmu melalui sistematika pembelajaran yang benar. Untuk itu kita memerlukan seorang guru, ulama, murabbi yang mengetahui struktur dari setiap ilmu dan cara mempelajarinya.
Membaca adalah instrumen yang utama dalam menumbuhkan tradisi ilmiah di lembaga pendidikan kita, sudah saatnya kita berhenti membaca apa yang kita senangi. Beralihlah membaca apa yang harus kita baca. Pegawai perlu menyisihkan waktu satu jam dalam sehari untuk memantapkan disiplin ilmu yang dikuasai dan menambah pengetahuan tentang ilmu yang lain.
Membangun tradisi ilmiah yang kokoh tentu saja membutuhkan kesungguhan dan keseriusan serta kesabaran yang panjang. Hadits Nabi Muhammad SAW memerintahkan kita menuntut ilmu dari buaian sampai keliang lahat. Belajar sepanjang hayat bagian tidak terpisahkan dalam aktifitas kita.
Sebagai landasan konseptual membangun tradisi ilmiah mari kita renungi perintah agama yang pertama kali diterima Rasulullah saw untuk membaca. Perintah ini jauh mendahului perintah yang lainnya. Hal ini menggambarkan betapa membaca mendapat perhatian yang sangat besar dalam ajaran Islam. Karena membaca merupakan tradisi yang sangat baik sebagai salah satu jalan menguasasi ilmu pengetahuan.
Membaca yang dimaksud adalah merenungi/mentadabburi ayat-ayat qauliyah yang terdapat di dalam Al-Qur’an, sebagai sumber ilmu pengetahuan yang di dalamnya terdapat banyak sekali isyarat dan petunjuk untuk menggali ilmu pengetahuan. Dengan memahami kandungan Al-Qur’an secara baik akan menjadikan seseorang memiliki kecerdasan emosional serta kecerdasan spiritual yang baik. Tadabbur adalah salah satu bentuk dzikir kepada Allah SWT.
Membaca juga berarti memikirkan atau mentafakkuri ayat-ayat kauniyah yang terdapat di alam semesta. Karena disana terdapat sunnatullah yang harus dipelajari, diteliti dan disimpulkan sebagai dasar dalam mengembangkan ilmu penetahuan. Dari alam kita bisa belajar banyak hal yang bermanfaat dan dengan menguasai rahasia dibalik penciptaan alam. Dengan demikian kita akan dapat menguasai alam untuk dipergunakan sebaik-baiknya demi kemaslahatan umat manusia.
Sebagai seorang muslim kita harus mampu melaksanakan dzikir dan fikir secara seimbang karena ini merupakan tradisi ilmiah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Apalagi kita yang berada di pesantren yang merupakan lembaga tempat transformasi ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. Maka kita harus menumbuhkan kehidupan yang ilmiah dan menjadikannya sebagi tradisi dan kebiasan. Karena tradisi ini akan mempercepat upaya penguasaan kita terhadap ilmu pengetahuan.
*Pengajar MA Husnul Khotimah dan Dosen SETIAHK